Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN), Amien Rais, menyebut bahwa Presiden Joko Widodo bisa diseret ke pengadilan setelah lengser dari kursi kekuasaan. Sebab, Jokowi selama ini diam saja melihat megakorupsi di Indonesia.
Pernyataan itu disampaikan Amien Rais saat diskusi publik “Refleksi Malari: Ganti Nakhoda Negeri?” di Sekretariat Nasional Prabowo-Sandi, Jakarta, Selasa (15/1/2019). “Jadi kalau seorang presiden mendiamkan itu artinya menyetujui. Indonesia belum pernah kepala negara dibawa ke pengadilan, tetapi saya kira ini bisa dibawa ke pengadilan besok, Insya Allah,” kata Amien.
Menurutnya, Jokowi selaku kepala pemerintahan tidak mengambil langkah tegas terhadap kasus korupsi infrastruktur, Meikarta dan reklamasi teluk Jakarta. Ia menyebutkan dua tipe kejahatan. Tipe pertama adalah crime of commission, orang yang menjadi pelaku utama kejahatan seperti pencuri, pembunuh, dan pemerkosa. Tipe kedua adalah crime of ommission, orang yang mengetahui kejahatan, tetapi hanya diam.
“Pembiaran Pak Jokowi ini saya kira besok kita urus sungguh-sungguh. Jadi mengapa infrastruktur ugal-ugalan nanti ketahuan bagaimana penguasa melakukan korupsi mega di infrastruktur,” ujar mantan Ketua MPR itu.
Ia menyatakan pada dasarnya besarnya korupsi akan sejalan dengan besarnya kekuasaan yang dimiliki. Wajar korupsi besar banyak terjadi di lingkaran penguasa.
“Ada korelasi positif antara kekuasaan dengan korupsi. Di mana pun juga korupsi terbesar di Istana dan sekitarnya. Saya dengan berani katakan juga ketika pergantian di Istana mafia kita angkat ke permukaan,” Amien menegaskan.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan perhatian khusus terhadap anggaran pembangunan infrastruktur era Jokowi. Maklum, di pemerintahan Jokowi anggaran yang digelontorkan untuk pembangunan infrastruktur cukup besar.
Contohnya untuk pembangunan infrastruktur yang ditangani Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Dalam empat tahun belakangan ini jumlah anggaran yang digelontorkan mencapai Rp400 triliun lebih. Anggaran tersebut naik dua kali lipat jika dibandingkan pada periode 2010-2014 yang sekitar Rp200 triliun.