TRIBUNJAKARTA.COM, TANAH ABANG – Agus membawa istri dan dua anaknya keluar dari rumah mereka di Gunung Sahari, Sawah Besar, Jakarta Pusat, dan menyewa bajaj untuk ke Tanah Abang.
Cerita kedermawanan Pak Haji atau Wan Gocap sudah tersebar di antara para pengemis, pemulung dan tunawisma dari mulut ke mulut.
Sosok Wan Gocap yang kerap memberikan uang Rp 50 ribu per orang pada tengah malam telah mendorong Agus dan keluarganya mengemper bersama puluhan orang lain di trotoar Jalan KH Mas Mansyur.
Bawa anak dan istri
Beralaskan spanduk rokok yang dibawanya, Agus membiarkan kedua anaknya tidur terlelap di trotoar jalan yang berdebu.
“Tadi sudah diolesin lotion nyamuk, makanya tidurnya nyenyak aja,” kata Agus kepada TribunJakarta.com pada Selasa (8/5/2018) dini hari WIB.
Hampir saban malam Agus yang sehari-hari mengamen di sekitar Senen datang ke Tanah Abang berharap Wan Gocap datang memberi uang.
Ia tak tega meninggalkan kedua anaknya yang masih kecil di rumah.
“Mau bagaimana lagi, kalau ditinggal sendirian di rumah kan kasihan. Makanya saya bawa saja biar dikasih uang juga. Meski enggak sama dikasihnya dengan orang dewasa,” ungkap dia.
Agus mengemper di tepi jalan sejak pukul 24.00 WIB, tepatnya di depan jalan lintas bawah Tanah Abang yang menghubungkan Karet dan Cideng.
Sambil menantikan Wan Gocap, Agus sesekali mengobrol dengan orang-orang di sekitarnya yang memiliki tujuan sama.
Tak hanya Agus yang datang ke sana.
Puluhan orang
Banyak orang seperti Agus datang ke sana dari luar Tanah Abang.
Beranjak malam justru semakin banyak orang berkerumun, mengemper di atas trotoar Jalan KH Mas Mansyur, Jakarta Pusat.
Beberapa bulan terakhir menjelang dini hari, banyak gelandangan dan pemulung menempati trotoar jalan dari Tanah Abang menuju Karet.
Jumlah mereka bisa puluhan.
Di antara mereka ada yang mengobrol dengan sesama, membersihkan barang bekas hasil memulung hari itu.
Tak sedikit yang merebahkan badan beralaskan terpal untuk melepas lelah, berkemul angin malam, sambil menunggu Wan Gocap datang.
“Kita panggilnya Pak Haji. Tapi ada juga yang panggil Wan Gocap,” cerita Romlih kepada TribunJakarta.com pada Selasa (8/5/2018) dini hari WIB.
Romlih satu dari sekian orang yang mengemper di trotoar Jalan KH Mas Mansyur, berharap mendapat uang tersebut.
“Orangnya baik, suka kasih duit hampir setiap malam. Satu orang dikasih Rp 50 ribu sama dia,” sambung Romlih.
Tak terjadwal
Tak ada yang tahu pasti kapan dan jam berapa Wan Gocap akan datang membagikan uangnya di tempat itu.
Setelah bermalam-malam menunggu, ada juga yang pulang dengan tangan hampa karena Wan Gocap tak datang.
Selama ini, yang Romlih tahu, Wan Gocap datang di atas pukul 00.00 WIB, kadang pukul 01.00 WIB atau pukul 02.00 WIB.
“Kadang juga enggak datang, padahal kita sudah nungguin,” ungkap Romlih lalu melanjutkan, “Tidak menentu, makanya dia datangnya kapan saja.”
Biasanya, Wan Gocap datang mengendarai mobilnya dari arah Pasar Tanah Abang menuju Karet.
Selama ini ikut mengemper, Romli melihat Wan Gocap yang turun langsung memberikan uang kepada para gelandangan dan pengemis di jalan ini.
“Terkadang juga asistennya yang kasih dan Pak Hajinya cuma lihat saja dari mobil,” terang Romlih.
Menginap sampai pagi
Seorang ibu rumah tangga asal Bekasi sampai membawa tiga anaknya.
Bermodalkan sarung untuk menutupi tubuhnya, ibu tersebut mengaku datang untuk mendapat uang dari Wan Gocap.
Tapi tak semua anaknya mau ikut ibunya ke Tanah Abang menunggu Wan Gocap.
Kadang kan suka enggak datang. Anak saya bilang, ‘Enggak mau ah mah. Malas, bosan,'” cerita si ibu soal anaknya.
Meski ada puluhan orang yang senasib dengan si ibu, ketika pembagian uang semuanya berjalan tertib.
“Kita harus tertib enggak boleh acak-acakan,” cerita si ibu.
Ia memutuskan ikut mengemper karena keadaan ekonominya lemah, terkadang untuk mencukupi hidup ia harus mencuci dan menggosok pakaian warga. Itu pun tidak setiap hari.
Suaminya sudah tak lagi bekerja sebagai petugas PPSU, sehingga si ibu harus ikut mencari pemasukan.
Si ibu tahu ada orang dermawan yang membagian uang tengah malam dari temannya yang tinggal di Jakarta.
Apa boleh dikata, si ibu kadang harus menerima ketika Wan Gocap tak datang dini hari itu.
Ia dan anak-anaknya terpaksa melanjutkan tidur sampai pagi untuk kemudian pulang ke Bekasi.
Tak hanya pengemis
Sudah dua bulan ini Darmin juga ikut mengemper di sana berharap uang pembagian Wan Gocap.
Pria yang sehari-hari ini mencari barang bekas itu menjelaskan, bukan gelandangan atau pemulung saja yang mendapat uang dari Wan Gocap.
“Pedagang atau warga yang pada ikut ngemper di sini juga dapat kalau dia datang. Siapa saja dikasih sama dia,” kata Darmin.
Selama ini Darmin tak tahu identitas asli Wan Gocap, tapi kehadirannya sudah menjadi malaikat penolong bagi orang seperti Darmin, Romlih dan lainnya.
“Orangnya belum tua-tua banget, biasa saja orangnya. Tapi kita juga enggak tahu dia itu orang mana. Habis kasih duit langsung jalan lagi,” ucap dia.
Jarum jam menunjukkan pukul 02.00 WIB, angin malam begitu dingin menusuk sampai kulit, tapi sosok yang ditunggu tak kunjung datang.
Seperti sudah terjadwal, mereka pun membubarkan diri dari sana sambil memendam kekecewaan.
“Enggak datang malam ini. Mungkin besok kali datangnya,” keluh Darmin.
Malam itu, tak hanya Darmin yang kecewa, tapi juga Agus yang membawa istri dan dua anaknya.
Ia pasrah dan memilih pulang ke rumahnya karena Wan Gocap tak datang memberi uang.
Agus menggendong anak pertamanya, sedangkan sang istri menggendong anak kedua.
Hari ini Agus tak dapat apa-apa, malah harus mengeluarkan ongkos Rp 40 ribu untuk bajaj pulang pergi dari rumah ke Tanah Abang.
“Belum rezeki namanya. Naik bajaj pulang pergi Rp 40 ribu, semoga saja besok malam Pak Haji datang biar saya dapat uang buat makan,” ujar Agus lalu pamit pulang.