Photo : ilustrasi
Di masa peperangan yang panjang dan melelahkan, di antara dentuman senjata dan teriakan pasukan, ada seorang pembuat kopi sederhana bernama Ranu. Setiap hari, ia menyajikan kopi hangat untuk sang Raja dan para pengawal istana. Bersama Ranu, ada juga Seman, pembawa air minum yang selalu setia berada di dekat tenda kerajaan. Mereka berdua tak pernah ikut mengangkat senjata, namun tugas kecil mereka dilakukan dengan penuh kesetiaan dan ketulusan.
Sementara itu, di medan perang, para prajurit berjuang mati-matian mempertaruhkan nyawa demi kemenangan. Nama-nama mereka jarang disebut, wajah-wajah mereka jarang dikenal. Sang Raja sibuk mengatur strategi, sementara Ranu dan Seman tetap setia menyuguhkan minuman di setiap fajar dan senja.
Hingga akhirnya, setelah bertahun-tahun perjuangan, peperangan itu berakhir dengan kemenangan besar. Sang Raja berhasil membawa negerinya menuju kemerdekaan dan kedamaian. Namun, di tengah euforia kemenangan, sesuatu yang tak disangka terjadi. Dari sekian banyak pahlawan dan panglima perang, justru yang paling diingat oleh Raja hanyalah dua orang sederhana itu Ranu si pembuat kopi dan Seman si pembawa air.
Setiap pagi selama masa perjuangan, merekalah yang terakhir dilihat Raja sebelum berangkat, dan yang pertama menyapanya saat kembali dari medan strategi. Kedekatan sederhana itu menumbuhkan kepercayaan tanpa disadari.
Maka, ketika tiba masa pembagian jabatan dan penghargaan, Sang Raja memanggil Ranu dan Seman ke istana. Dengan tersenyum, Raja berkata,
“Kesetiaan tidak selalu ditunjukkan di medan perang, tapi dalam kehadiran yang tak pernah hilang.”
Sejak hari itu, Ranu diangkat menjadi Penasehat Pribadi Raja, sementara Seman dipercaya menjaga ruang istana. Para prajurit sempat heran, namun mereka akhirnya mengerti dalam hidup, yang sering hadir akan lebih mudah diingat, sementara yang berjasa besar kadang tersembunyi di balik hiruk pikuk kemenangan.
Kisah ini menjadi pelajaran, bahwa kehadiran sering bertemu bisa membuka jalan menuju kepercayaan besar. (**)