Di tahun pemilu, Papua kembali bergolak. Setelah pengumuman perang oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) beberapa waktu lalu, Indonesia kecolongan dengan pertemuan Benny Wenda dan Komisi Tinggi HAM PBB di Jenewa.
Benny lolos setelah mendapatkan perlindungan dari delegasi Vanuatu. Sosok itulah yang mengklaim telah menyerahkan petisi ke Komisi Tinggi HAM PBB yang berisi tuntutan referendum kemerdekaan.
Benny Wenda adalah Ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP). Dia pernah dipenjara karena aktivitas separatisnya dan kini tinggal di Inggris setelah mendapatkan suaka di sana.
Indonesia jelas meradang dan menuntut penjelasan rinci dan resmi dari komisioner tinggi HAM PBB, Michelle Bachelet, walaupun dirinya menolak mengaku telah menerima secara resmi petisi tersebut. Kepada Vanuatu, tanpa tedeng aling-aling Indonesia mengecam aksi penyusupan Benny Wenda ke dalam delegasi negeri itu sebagai langkah “manipulatif”.
“Indonesia mengecam keras tindakan Vanuatu yang dengan sengaja telah mengelabui Komisi Tinggi HAM PBB dengan melakukan langkah manipulatif melalui penyusupan Benny Wenda ke dalam delegasi Vanuatu,” kata Duta Besar Indonesia untuk PBB di Jenewa, Hasan Kleib, seperti dikutip Sindonews dari laman resmi PTRI Jenewa.
Menurut Hasan, berdasarkan keterangan kantor Komisi Tinggi HAM, tanpa sepengetahuan mereka, Benny Wenda dimasukkan dalam delegasi Vanuatu yang melakukan kunjungan kehormatan, pekan lalu. Kunjungan kehormatan itu dilakukan dalam rangka pembahasan Universal Periodic Review (UPR) Vanuatu di Dewan HAM.
Nama Benny Wenda jelas tidak masuk dalam daftar resmi delegasi Vanuatu untuk UPR. Kantor Komisi Tinggi HAM bahkan menyatakan pihaknya sangat terkejut, mengingat pertemuan semata-mata dimaksudkan untuk membahas UPR Vanuatu.
Tak tinggal diam, pihak Indonesia pun melancarkan aksi balasan, tentu masih dalam ruang lingkup komunitas PBB di Jenewa. Kajian universial periodik Komisi HAM PBB yang pekan ini fokus pada Vanuatu menjelma menjadi perang urat saraf diplomatik dengan Indonesia.
Dalam pertemuan itu, Perwakilan Tetap RI (PTRI) mengritisi fenomena kekerasan terhadap perempuan di Vanuatu. “Menimbang kedekatan rasio gender antara populasi pria dan wanita di Vanuatu, perempuan seharusnya tidak dilihat sebagai warga negara kelas dua,” kata Irwansyah Mukhlis, atase politik PTRI di Swiss.
Gertakan dari Indonesia itu relatif membuahkan hasil. Paling tidak hingga kini gaung petisi kemerdekaan yang dibawa oleh Benny Wenda melalui Vanuatu masih beredar secara terbatas. Apalagi komunitas internasional sudah lama mahfum bahwa Vanuatu sudah lama menjadi negara pendukung kelompok separatis Papua Barat. Di forum PBB, negara kecil ini terang-terangan menyuarakan dukungan kemerdekaan untuk wilayah provinsi Indonesia tersebut dengan dalih pelanggaran HAM.
Yang kemudian mengundang rasa penasaran publik Tanah Air, kenapa Vanuatu kembali melancarkan aksi seperti itu? Apakah terkait dengan situasi perpolitikan Tanah Air? Ataukah ada hal yang lain yang lebih esensial, urusan bisnis misalnya?
Tidak ada yang tahu secara pasti. Namun, adalah fakta bahwa Vanuatu merupakan salah satu negara surga pajak di Asia Pasifik. Boleh dibilang, hampir sebagian besar pendapatan negara itu berasal dari bisnis jasa keuangan.
Lalu, apa hubungannya dengan Indonesia?
Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) mengumumkan daftar negara atau yurisdiksi partisipan yang siap menjalankan pertukaran informasi keuangan secara otomatis atau Automatic Exchange of Information (AEoI) dengan Indonesia, tahun lalu (5/4/2018). Sebanyak 79 yuridiksi partisipan (negara), yang beberapa di antaranya termasuk negara surga pajak, juga telah menyatakan kesiapan mereka.
Vanuatu sebagai salah satu negara surga pajak di Pasifik, masuk di dalam daftar tersebut. Yang lebih menarik lagi, Vanuatu baru secara aktif memulai pertukaran data pajak dengan Indonesia pada 2018.
Mengutip data dari situs Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), berikut daftar 50 negara atau yuridiksi batch pertama yang mulai aktif bertukar data perpajakan pada 2017: Anguilla, Argentina, Belgium, Bermuda, British Virgin Islands, Bulgaria, Cayman Islands, Kolombia, Kroatia, Cyprus, Republik Czech, Denmark, Estonia, Faroe Islands, Finlandia, Perancis, Jerman, Gibraltar, Yunani, Greenland, Guernsey, Hongaria, Islandia, India, Irlandia, Isle of Man, Italia, Jersey, Korea, Latvia, Liechtenstein, Lithuania, Luksembourg, Malta, Meksiko, Montserrat, Belanda, Norwegia, Polandia, Portugal, Rumania, San Marino, Seychelles, Republik Slovakia, Slovenia, Afrika Selatan, Spanyol, Swedia, Turks-Caicos Islands, dan Inggris.
Selanjutnya 50 negara batch kedua yang aktif bertukar data perpajakan pada 2018: Andorra, Antigua and Barbuda, Aruba, Australia, Austria, The Bahamas, Bahrain, Barbados, Belize, Brazil, Brunei Darussalam, Kanada, Cile, Cina, Cook Islands, Costa Rica, Curaçao, Dominica, Ghana, Grenada, Hong Kong (China), Indonesia, Israel, Japan, Kuwait, Lebanon, Marshall Islands, Macao (China), Malaysia, Mauritius, Monako, Nauru, New Zealand, Niue, Pakistan, Panama, Qatar, Rusia, Saint Kitts and Nevis, Samoa, Saint Lucia, Saint Vincent and the Grenadines, Arab Saudi, Singapura, Sint Maarten, Swiss, Trinidad Tobago, Turkey, Uni Emirat Arab, Uruguay, dan Vanuatu.