Partai Gelora (Gelombang Rakyat) disebut-sebut akan segera dideklarasikan oleh Fahri Hamzah, Minggu (10/11/2019). Fahri yang merupakan aktivis senior, mantan Wakil Ketua DPR yang juga eks politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS), akan bekerja sama dengan beberapa bekas kompatriotnya di PKS.
Partai yang banyak dinilai miring sebagai barisan sakit hati dari PKS tersebut, mengusung tema pergerakan rakyat sebagai pemegang mandat politik yang sebenarnya. Karena itu, partai ini pun memilih tanggal 28 Oktober, Hari Sumpah Pemuda, sebagai hari bersejarah mereka.
Pertanyaan yang mengemuka kemudian, sampai sejauh mana partai ini akan berkiprah? Belum berdiri saja, komentar miring sudah bertubi-tubi menerpa. Di sisi lain, Fahri juga mengatakan bahwa Partai Gelora akan ikut serta dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) 2020. Ikut pilkada memang merupakan salah satu target dibentuknya Partai Gelora.
Publik pun langsung menerka, Partai Gelora akan mulai menggerogoti kantong-kantong pemilih PKS yang selama ini terkenal militan. Sebut saja Kota Depok, bagian selatan Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) sebagai daerah asal Fahri, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, dan tentu saja beberapa bagian wilayah DKI Jakarta.
Potensi tergerogotinya kekuatan internal PKS inilah yang ditengarai membuat Partai Gerindra ragu mengajak PKS berkoalisi untuk mengisi posisi Wakil Gubernur (Wagub) DKI Jakarta yang kosong karena ditinggalkan Sandiaga Uno. Buat apa bekerja sama dengan partai yang di musim pemilihan depan akan mengalami kebocoran luar biasa? Begitu kira-kira persepsi yang muncul dari Gerindra.
Apalagi sebagaimana diketahui publik, proses pemilihan Wagub DKI Jakarta untuk mendampingi Anies Baswedan semakin tidak jelas. Namun, saat pembahasan di DPRD DKI Jakarta mandek, Gerindra justru mengajukan calon baru. Sebelumnya sudah disepakati dua nama dari PKS, yaitu Ahmad Syaikhu dan Agung Yulianto, tetapi Gerindra mendadak mengajukan empat nama calon wagub baru.
Sikap Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta terhadap pengajuan empat nama dari Gerindra ini pun jadi sinyal kuatnya, meski enggan berkomentar banyak. Fraksi PKS menyerahkan persoalan tersebut ke Dewan Pengurus Pusat (DPD).
“Namanya dikirim ke mana? Ke DPP? Tanyanya ke DPP dong kalau begitu,” ujar Wakil Ketua DPRD dari Fraksi PKS, Abdurrahman Suhaimi, di Jakarta, Kamis (7/11/2019).
Suhaimi menyebut, Dewan Pengurus Wilayah hingga Fraksi PKS di Jakarta hanya menunggu dan mengikuti sikap serta perintah DPP terkait usulan Gerindra atas calon wagub tersebut. “Kalau itu tunggu dari DPP, kita di DPW menunggu instruksi kalau ini namanya kita laksanakan,” ujarnya.
Sikap itulah yang membuat publik semakin curiga bahwa PKS yang berpotensi tergembosi di masa depan sudah tak dipandang Gerindra sebagai kekuatan politik yang berguna. Dengan kata lain, Partai Gelora yang dicibiri pada awalnya, memang punya potensi daya ledak yang luar biasa.
Benarkah?
Tak ada yang berani memastikan. Namun, bergabungnya politikus Partai Demokrat, Deddy Mizwar, ke partai besutan Fahri dan Anis Matta itu tak pelak menambah kekuatan. Deddy mengaku sudah mengirim surat pengunduran diri ke DPP Partai Demokrat.
Deddy mengatakan, Partai Gelora akan menandatangani akte pendirian partai, Sabtu (9/11/2019), dan deklarasi sehari kemudian, tetapi dia tidak hadir. “Penandatanganan dulu, deklarasinya hari Minggu (10/11) ya, tetapi saya enggak hadir. Saya tanggal 9 saja, insyaallah,” ungkapnya.
Bergabungnya Demiz, begitu Deddy akrab dipanggil, semakin memperkuat sinyal arah penggalangan basis kekuatan Partai Gelora. Sebagai mantan Wakil Gubernur Jawa Barat (Jabar), Deddy memang punya massa yang lumayan loyal.
Sumbangsih signifikan Demiz, diakui oleh mannan Ketua Umum PAN, Hatta Rajasa, saat mengakui kemenangan pasangan Ahmad Heryawan (Aher)-Demiz dalam pemilihan gubernur 2013. Hatta menyebut Demiz menjadi faktor pendulang mayoritas suara pasangan itu.
“Jadi faktor Deddy Mizwar itu luar biasa dalam memberikan daya dukung,” ungkap Hatta di Istana Negara, Jakarta, Senin (25/2/2013).
Sebagai evaluasi, menurut Hatta, faktor individu dalam hal ini pasangan yang akan bertarung, memiliki peran penting dalam kemenangan pilkada. Hatta kala itu tidak berkomentar panjang mengenai kekalahan jagoan PAN, meski tetap mengucapkan selamat atas kemenangan sementara pasangan Aher-Demiz.
Lalu, selain faktor Demiz dengan target pilkada, apa latar belakang Partai Gelora harus berdiri sekarang saat perhelatan politik telah usai dan keadaan semakin mendingin dan cair? Tak ada yang mengerti tujuan sebenarnya selain para pendirinya.
Namun, sebagaimana diketahui publik, pemerintah menyatakan siap mengucurkan dana bantuan keuangan kepada partai politik yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dana bantuan mencapai sekitar Rp 6 triliun per tahun.
Bantuan akan direalisasi pada 2023 atau tahun ke empat pemerintahan Presiden Joko Widodo periode II. “Saya (Bappenas) ngitung enggak sendirian, saya ngitung dengan KPK, dengan salah satu partai, tidak perlu saya sebut. Partai yang sangat berperan. Kurang dari Rp 6 triliun dalam satu tahun,” kata Direktur Politik dan Komunikasi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Wariki Sutikno, di Jakarta, Senin (4/11/2019).
Wariki mengatakan, dana bantuan keuangan kepada partai sebesar Rp 6 triliun itu terbilang kecil jika dibandingkan dengan proyeksi APBN 2023 yang mencapai sekitar Rp 2.700 triliun. Meski demikian, sebelum anggaran itu dikucurkan, pemerintah perlu merevisi sejumlah aturan. Aturan itu antara lain Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
“Tidak tahun pertama, kedua, ketiga RPJMN (2020-2024), ini kemungkinannya akan tahun keempat atau tahun kelima, 2023-2024,” ujarnya, sambil menyebut pendanaan dari APBN diharapkan bisa menekan biaya yang terlalu besar dan menghilangkan politik uang dalam setiap pemilihan umum.
Jika melihat pola ini, mudah terbentuk persepsi bahwa Gelora akan punya kesempatan lebih besar bekerja sama dengan rezim petahana, berlawanan dengan sikap yang diambil PKS sebagai partai asal sebagian besar pendirinya. Bila benar itu yang akan terjadi, lalu harapan baru apa yang bisa dijual Fahri dan Anis Matta kepada masyarakat Indonesia?