Pemerintah Hong Kong pada Kamis (19/9/2019) menetapkan aturan dalam dialog terbuka antara pemimpin Carrie Lam dan publik, minggu depan. Mereka yang ingin berpartisipasi harus tertib dan dilarang keras membawa pengeras suara, bendera, atau payung. Diskusi di kota yang menjadi tempat protes selama lebih dari tiga bulan itu akan terbuka bagi 150 orang yang wajib mendaftar online.
“Sesi ini akan menjadi platform dialog terbuka yang bertujuan menjangkau publik dengan mengundang orang-orang dari semua lapisan masyarakat untuk mengekspresikan pandangan mereka kepada pemerintah, untuk memahami ketidakpuasan dalam masyarakat dan untuk mencari solusi,” demikian pernyataan pihak pemerintah.

Lam berjanji akan mengadakan pembicaraan untuk mencoba mengakhiri kekacauan di pusat keuangan Asia tersebut. “Untuk memastikan keselamatan orang lain, peserta harus berperilaku tertib. Peserta tidak boleh membawa barang apa pun yang mungkin mengganggu acara atau menyebabkan gangguan, ketidaknyamanan dan bahaya bagi orang lain.”
Barang-barang yang dimaksud adalah pengeras suara, payung, peralatan defensif (seperti respirator topeng dan helm), bendera, spanduk, pamflet, plastik, gelas, botol atau wadah logam, minuman dalam botol atau kaleng, dan lain-lain.
Para pengunjuk rasa, banyak dari mereka bertopeng dan menggunakan payung – untuk berlindung dan mempertahankan diri mereka dari siraman meriam air – telah menyebabkan malapetaka di sekitar kota dalam beberapa pekan terakhir. Mereka melemparkan bom bensin ke polisi, menyerbu Dewan Legislatif, menghancurkan stasiun kereta bawah tanah dan menyulut kebakaran di jalan-jalan. Polisi merespons dengan gas air mata, meriam air, dan peluru karet.

Amnesty International menuduh polisi Hong Kong pada Jumat (20/9/2019) melakukan penyiksaan dan pelanggaran lainnya dalam menangani lebih dari tiga bulan protes. Namun, polisi mengatakan mereka bisa menghadapi kondisi meningkatnya aksi kekerasan.
Menanggapi laporan Amnesty International, polisi mengatakan mereka sangat menghormati “privasi, martabat, serta hak” pengunjuk rasa yang ditahan, membolehkan para tahanan yang terluka dibawa ke rumah sakit serta berkomunikasi dengan pengacara dan keluarga mereka. “Kekuatan yang digunakan oleh polisi selalu merupakan kekuatan seminimal mungkin untuk mencapai tujuan yang sah,” kata polisi dalam pernyataan yang dikirim melalui surel.
Hong Kong, bekas koloni Inggris, kembali ke Cina pada tahun 1997 di bawah formula “satu negara, dua sistem”, yaitu memiliki kebebasan yang tidak dapat dinikmati di Cina daratan, termasuk hak berkumpul dan peradilan yang independen. Para pengunjuk rasa marah melihat campur tangan Beijing, meskipun ada janji otonomi dan protes telah meluas ke seruan untuk hak pilih universal.
Cina mengatakan pihaknya berkomitmen pada “satu negara, dua sistem” dan menyangkal telah ikut campur. Mereka menuduh kekuatan asinglah yang mengobarkan kerusuhan.
Sementara itu, pemerintah Hong Kong menyatakan bahwa pameran kembang api raksasa di pelabuhan dalam rangka perayaan Hari Nasional Cina pada 1 Oktober mendatang dibatalkan “mengingat situasi terkini dan memperhatikan keselamatan publik”. Klub Joki Hong Kong juga membatalkan acara balapan rutin mereka setelah pengunjuk rasa mengatakan mereka akan menargetkan arena pacuan kuda Happy Valley yang salah seekor kudanya merupakan milik anggota parlemen pro-Cina dijadwalkan untuk turun balapan.

Happy Valley, yang terletak di perbukitan pulau Hong Kong, adalah kawasan perumahan kelas atas yang padat penduduk di sebelah distrik perbelanjaan Causeway Bay. Lintasan pacuan kuda ini sudah ada di sana sejak masa pemerintahan kolonial Inggris dimulai, yaitu pada pertengahan 1800-an.
Anggota parlemen Junius Ho, yang telah mengambil garis tegas pada para pengunjuk rasa dengan menyebut mereka “preman berpakaian hitam” mengatakan, “Banyak orang menyesali pengambilan keputusan tersebut dan khawatir tentang dampak negatif yang terbawa ke arena balap kuda Hong Kong serta Hong Kong sebagai kota internasional.
Foto-foto: Channel News Asia/Reuters